Saturday, November 20, 2004

Seri Mudik #1: Bandung - Solo

Ini adalah bagian pertama dari kisah mudik Idul Fitri kemarin. Tanpa rencana yang tegas, ternyata perjalanan ke kampung dan kunjungan ke berbagai tempat wisata dengan keluarga kali ini cukup berkesan. Kelihatannya saya mesti membuat photoblog juga, untuk menyajikan kumpulan jepretan yang, katanya, bicara lebih dari 1000 kata.

Hari pertama, Rabu, 10 November, kami menempuh penggalan Bandung - Solo. Sebenarnya, tujuan akhir mudik adalah ke Madiun. Perjalanan Bandung - Madiun yang berjarak sekitar 600 km sebenarnya bisa ditempuh dalam waktu kurang dari sehari, tetapi sembari mengantisipasi kemacetan, dan karena saya (dan istri) tidak suka mengendarai mobil di malam hari, maka rute sengaja dipenggal-penggal.

Hampir tidak ada yang bisa diceritakan pada perjalanan hari pertama ini. Kami berempat (saya, istri, dan 2 anak) berangkat pagi hari setelah sahur. Mobil kijang short chassis penuh dengan barang. Mungkin tahun depan akan saya pasang rel untuk pegangan barang di atap, tapi saya belum sempat survey rel macam apa yang bagus dan cukup terjangkau.

Rem hampir blong di Malangbong, ketika kami baru berjalan sekitar 3 jam. Gejalanya, rem baru mulai bekerja setelah diinjak (dipompa) 4 kali. Kecepatan langsung dikurangi. Nafsu menyaingi Michael Schumacher :D dibuang jauh-jauh. Kontak ke info mudik Telkomsel untuk mencari bengkel siaga, tapi kelihatannya belum siap. Akhirnya mampir ke bengkel yang kelihatannya cukup besar. Sip juga. Mereka punya spare-parts yang saya perlukan. Ternyata karet di sistem hidrolis rem ada yang bocor. Padahal tepat sebelum berangkat mudik, mobil sudah dibengkelkan, tetapi masalah ini tidak terdeteksi sama sekali karena memang gejalanya belum muncul. Montir yang menangani perbaikan memeriksa bagian lain, dan menemukan masalah cukup besar: ball-bearing roda kiri belakang sudah aus, sehingga rem menggesek terus, velg panas luar biasa. Untung dia waspada, jadi ball-bearing ini diganti juga. Semua komponen yang di-klaim bermasalah oleh montir saya konsultasikan ke Bagus yang jauh lebih mengenal mobil daripada saya.

Perjalanan dilanjutkan. Anak-anak dalam kondisi baik, padahal biasa muntah kalau ikut saya keluar kota, karena cara mengemudi saya yang masih kurang halus.

Di suatu daerah di Jawa Tengah (posisi tepatnya lupa), ketika sedang merenung-renung arah mana yang harus ditempuh (yang konyolnya saya lakukan tanpa berhenti dulu), saya hampir menyerempet polisi yang berjaga di pertigaan. Untung dia tidak marah.

Di Purworejo, pada suatu pertigaan yang lampu lalu lintasnya menyala mendrip-mendrip saya terlambat menyadari perubahan dari hijau ke kuning ke merah. Akibatnya mobil berhenti terlalu maju, melewati garis batas. Saya tidak bisa mundur lagi karena keburu ada mobil lain mengantri di belakang. Ketika lampu hijau menyala lagi, dan saya melaju, polisi di seberang langsung melambaikan tangan meminta berhenti. Uh oh. Akhirnya urusan beres setelah saya menitipkan uang tilang. Mestinya saya meminta tanda terima. Saya berbaik sangka dengan menganggap bahwa polisi yang saya titipi uang tilang tersebut akan menyerahkannya ke negara.

Singkat cerita, kami sampai di Solo sekitar maghrib.

... bersambung

No comments: