Wednesday, May 05, 2004

Membaca itu mengasyikkan.

Sekali waktu, saya ikut kerja praktek Schlumberger (tahun 1989? halo Asnul Bahar & Sarwa Bakti, anda dimana sekarang?). Di guest house tempat saya tinggal selama sebulan, bertebaran pocket book berbahasa Inggris. Salah satu berjudul Shall We Tell The President? karya Jeffrey Archer.

Ternyata enak dibaca. Sama enaknya dengan ketika saya membaca seri Bu Kek Siansu karya Ko Ping Hoo, majalah Hai (seri Trigan, Storm), seri Mahabarata dan Ramayana di majalah Kawanku (?). Walaupun sebagian kosa kata di buku berbahasa Inggris yang saya baca tidak saya kenal, saya malah merasa terganggu kalau harus melihat artinya di kamus. Main tebak saja.

Lalu perburuan pocket book berbahasa Inggris pun dimulailah. Jeffrey Archer, Tom Clancy, Robert Ludlum, James Clavell, Frederick Forsyth, Erich Segal...

Namun saat ini kebiasaan membaca saya bisa terbagi menjadi dua: online dan buku di kereta api. Agak sulit memaksa diri membaca buku ketika di depan mata ada komputer sedang tersambung ke internet. Tabiat yang buruk!

Dan kini adalah saatnya untuk belajar menulis! Suatu hal yang jauh lebih sulit daripada membaca.

2 comments:

Ikhlasul Amal said...

Benar, komputer yang tersambung di Internet adalah pengganggu yang luar biasa sulit dihindari. Rasanya setiap terdapat sedikit waktu luang, ingin mengerjakan banyak hal di Web. Membaca (benar-benar membaca, bukan cuma meloncat-loncat seperti menelusuri halaman Web) menjadi berkurang porsinya. Kalaupun disediakan waktu khusus dan ingin duduk anteng, malah kemungkinan tertidur... dan buku jatuh. Padahal sedang ada dua buku menarik: sejarah Lego dalam bahasa Belanda (karena buku anak-anak jadi mudah dicerna) dan kumpulan puisi Rumi (menggunakan Bahasa Inggris pun masih berpikir keras supaya faham).

Sering terpikir bahwa untuk aktif menulis harus juga rajin membaca. Karena dari situ terasah juga kemampuan memilih kata, menyusun kalimat, dan berdiplomasi dengan alur cerita yang akan dijadikan tulisan. Intinya membaca itu modal untuk menggaet pembaca.

Jadi memang dalam beberapa hal harus dipaksa jauh dari komputer, misalnya memang sedang menemani anak-anak di taman (kebetulan tidak punya modal untuk akses Wi-Fi) atau ingin duduk saja di sofa sambil berusaha "malas" dekat komputer.

Persoalannya komputer online rasanya ada di mana-mana: di sebelah zal tempat main badminton juga ada sebuah meja dengan empat buah komputer tersambung ke Internet. Jadi seharusnya sambil menunggu pertandingan berikutnya dipakai untuk "jogging" atau aktivitas fisik lain, ya... malah mendatangi layanan gratis itu!

Anonymous said...

hihihihi ada mas amal ^^ wah tulisan nya mas berdua sama asyik nya; kapan ni duet menulis dan jadi buku :D~ -victor-