Ketertarikan saya ke dunia radio mulai berkembang ketika saya mengikuti ujian Orari pada tahun 1980, ketika saya masih duduk di kelas 3 SMP. Saat itu saya memperoleh callsign YD3BXH. Aneh tapi nyata, bahwa callsign tersebut beberapa saat kemudian diubah menjadi YD3MKX ketika saya akhirnya menerima surat Ijin Amatir Radio (IAR). Tapi biarlah. MKX lebih enak dipakai dalam kode morse: da-dah da-dit-dah da-dit-dit-dah, daripada BXH: da-dit-dit-dit da-dit-dit-dah dit-dit-dit-dit. Di masa itu, teknologi yang dipakai di daerah saya sedang dalam masa peralihan dari tabung radio ke transistor.
Tapi kantong seorang pelajar SMP memang tidak memadai untuk mendukung hobi mahal itu. Sehingga saya akhirnya terpaksa meninggalkannya.
Akhir-akhir ini, Software Defined Radio (SDR) mulai berkembang. Sistem ini dibangun dari hardware yang bodoh digabung dengan software yang cerdas. Hasilnya luar biasa, sistem mampu menerima (dan mungkin juga mengirim) berbagai macam tipe modulasi: AM, FM, SSB, dsb. Bahkan sinyal HDTV, GPS, dan WiFi.
Tapi ternyata harga hardware SDR yang saat ini mencapai sekitar US$ 450 (motherboard) + 50 (RX daughterboard) + 80 (Asian shipping) masih belum terjangkau :( ...
Tuesday, December 28, 2004
Software Defined Radio, A Dream (Almost) Come True
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Maksudnya apa nih ka hardware yang bodoh ?? platformnya sih kayaknya dsp processor yang semakin cepat dan semakin murah , beberapa tahun kedepan mungkin akan semakin murah. Apalagi FPGA juga makin murah , tidak se fleksible DSP processor memang tapi jauh lebih cepat dan lebih murah, gak minat ngoprek disini ka .. :-) .... si andrian tuh kayaknya yang mainan model ginian
Post a Comment